Salah satu perawatan gigi yang
terkena karies adalah restorasi (penambalan). Restorasi dilakukan dengan
drilling (pemboran) terlebih dahulu untuk membuang sisa jaringan gigi yang
rusak akibat karies dan jaringan gigi yang sehat di sekilingnya untuk membuang
bakteri. Karena biasanya bakteri-bakteri penyebab karies telah masuk ke
bagian-bagian gigi yang lebih dalam. Hal ini dilakukan untuk mencegah
terjadinya infeksi ulang. Kemudian, gigi yang telah di drilling akan dimasukkan
dengan bahan atau material tambal.
Bahan restorasi yang paling
sering di gunakan oleh dokter gigi adalah resin komposit. Bahan ini banyak
digunakan karena warnanya sangat mirip dengan gigi, mudah dibentuk sehingga
estetikanya tampak, serta kemudahannya terhadap keterikatan dengan struktur
gigi. Bahan restorasi resin komposit relatif mudah dimanipulasi sehingga sangat
membantu dokter gigi dalam melakukan perawatan gigi berlubang dan memberikan
hasil yang memuaskan. Resin komposit digunakan sebagai restorasi di gigi pada
pasien yang alergi atau sensitif terhadap logam. Penggunaan bahan adhesif resin
komposit secara tepat sangat berperan dalam mencapai keberhasilan restorasi dan
idealnya restorasi tersebut harus memberikan penutupan tepi restorasi yang
sempurna serta bebas porositas. Hal-hal tersebut sangat mempengaruhi pasien
untuk memilih material apa yang ingin mereka gunakan.
Resin komposit terdiri atas tiga
komponen utama, yaitu: komponen organik (resin) yang membentuk matriks, bahan
pengisi (filler) anorganik dan bahan interfasial untuk menyatukan resin dan
filler yang disebut coupling agent. Lutz dan Phillips (1983) mengklasifikasikan
resin komposit berdasarkan ukuran partikel filler dan distribusinya, yaitu:
a. Resin komposit makrofil
Resin komposit makrofil mempunyai
ukuran filler 1-5 µm. Resin komposit tipe ini mempunyai daya tahan yang baik
terhadap fraktur, dapat dipolish tetapi hasilnya tidak begitu baik
(semipolishable). Bahan ini digunakan untuk gigi posterior dan pembuatan core.
b. Resin komposit mikrofil
Resin komposit mikrofil mempunyai
ukuran filler 0,04 µm. Resin komposit tipe ini mempunyai daya tahan yang rendah
terhadap fraktur, tetapi dapat dipolish dengan sangat baik serta mengkilat dan
warnanya stabil. Bahan ini digunakan untuk restorasi kavitas kelas III, kavitas
klas V, kavitas klas IV yang kecil dan untuk labial veneers.
c. Resin komposit hybrid
Resin komposit hybrid mempunyai
ukuran filler 0,04-5 µm. Resin komposit tipe ini mempunyai daya tahan yang
lebih baik terhadap fraktur, dapat dipolish dengan baik dan warnanya stabil.
Resin komposit hybrid mengandung dua macam filler yaitu partikel makrofil dengan
penambahan partikel mikrofil.
d. Resin komposit Nanofilled Composite
Resin komposit ini mengandung dua
jenis partikel filler yaitu nanomer dan nanocluster. Partikel nanomer
mengandung silika dengan ukuran yang sangat kecil yaitu 25 – 70 nm dengan
penambahan silane dan secara sempurna dapat berikatan dengan matriks resin, dan
partikel nanocluster berukuran 0,4 – 1 µm. Kombinasi kedua partikel dapat
mengurangi celah interstitial dari partikel filler sehingga dapat meningkatkan
muatan filler, sehingga memiliki sifat fisik yang lebih baik dan dapat dipolish
lebih baik.
Walaupun banyak kelebihannya,
bahan ini juga mempunyai kelemahan berupa
sifat iritasinya terhadap jaringan pulpa serta adaptasi yang kurang baik pada
dinding kavitas. Kegagalan restorasi resin komposit dapat disebabkan oleh
beberapa faktor diantaranya, lingkungan mulut bersifat asam, kelembaban,
mikroflora dalam rongga mulut, email dan dentin. Akibat kegagalan ini dapat
terjadi kebocoran tepi pada resin komposit yang dapat menyebabkan karies
sekunder.
Untuk mengatasi hal itu Wilson dan McLean (1988) memperkenalkan suatu teknik restorasi
dengan menggabungkan dua macam bahan, yaitu glass-ionomer cement (GIC) dengan resin komposit. Teknik ini dikenal dengan istilah restorasi laminasi, atau disebut juga
dengan istilah sandwich-restoration. Penggabungan kedua bahan dalam satu
restorasi ini bertujuan untuk mendapatkan suatu restorasi yang monolitik antara
resin komposit, glass-ionomer dan jaringan keras gigi. Kelebihan sifat fisis
glass-ionomer digunakan untuk mengatasi kekurangan sifat fisis resin komposit,
demikian pula sebaliknya.
Ada dua macam
restorasi laminasi, yaitu restorasi
laminasi terbuka dan restorasi laminasi
tertutup, atau sering disebut sebagai restorasi open-sandwich dan close-sandwich.
Gambar
1
A. Restorasi
laminasi terbuka B.
Restorasi laminasi tertutup
(Modern
Concepts in Operative Dentistry,1988)
Ket:
Gambar 1B dibuat dengan modifikasi visual oleh penulis
Restorasi
laminasi terbuka digunakan pada kavitas kelas II dan kelas V dengan batas
dinding gingiva melewati cemento-enamel
junction (CEJ).
Glassionomer diaplikasikan pada dasar restorasi bagian proksimal dan resin
komposit dilapiskan di atasnya, membentuk restorasi kelas II. Pada restorasi
ini, glass-ionomer pada bagian proksimal tidak terlindungi oleh resin komposit
dan berhubungan langsung dengan lingkungan rongga mulut (Gambar 1A).
Sedangkan
pada restorasi laminasi tertutup, glass-ionomer dibuat sebagai basis pengganti
dentin pada kavitas yang cukup dalam. Glass-ionomer terlindung oleh resin
komposit diatasnya dan oleh dinding-dinding kavitas (Gambar 1B).
Berikut prosedur
dalam pembuatan restorasi laminasi
A.
Tissue
Management
untuk
mengkontrol cairan gusi dan atau menghentikan perdarahan.
B. Aplikasi
GIC sebagai basis
1. Kavitas dibersihkan dan kemudian
dikeringkan. Aplikasikan asam polialkenoat 10% pada dentin sebagai kondisioner
selama 10-15 detik, kemudian dibilas dengan air dan dikeringkan.
2. GIC disiapkan dan diaplikasikan ke dalam
kavitas menggunakan spuit aplikator agar kavitas benar-benar terisi dengan
padat. Cara pengadukan bubuk dan cairan GIC yang dilakukan dengan benar merupakan
prosedur yang sangat penting, karena akan mempengaruhi kualitas GIC yang
dihasilkan. Caranya adalah sebagai berikut:
i. Bubuk
dibagi menjadi dua porsi dengan jumlah yang sama banyak.
ii. Porsi pertama disatukan dengan
cairan, kemudian dicampur dengan menggunakan spatel dengan gerakan rolling (melipat) dengan tujuan hanya untuk
membasahi permukaan partikel bubuk dan menghasilkan campuran encer. Langkah ini
dilakukan selama 10 detik.
iii. Kemudian porsi kedua disatukan
dengan adukan pertama. Pengadukan terus dilanjutkan dengan gerakan yang sama dengan
daya yang ringan sampai seluruh partikel terbasahi. Luas daerah pengadukan
diusahakan untuk tidak meluas dan adukan selalu dikumpulkan menjadi satu.
Dianjurkan untuk tidak melakukan gerakan memotong adukan, karena tujuan pengadukan
hanya untuk membasahi permukaan partikel bubuk.
iv. Pengadukan selesai setelah 25 – 30
detik sejak awal pengadukan. Sebaiknya adukan tidak perlu diangkat-angkat untuk
memeriksa konsistensinya, karena bila hal ini dilakukan maka proses pengadukan
akan terus berlanjut dan makin banyak partikel bubuk yang larut.
v. Adukan langsung di kumpulkan di spuit
aplikator untuk di aplikasikan ke dalam kavitas. Pada saat ini reaksi
pengerasan sudah berlangsung.
Ada dua cara aplikasi GIC. Cara pertama
GIC diaplikasikan secukupnya dan langsung dibentuk basis. Sedangkan cara kedua adalah
dengan mengisi penuh kavitas dengan GIC, setelah GIC mengeras kavitas
dipreparasi kembali untuk membentuk basis. Dinding-dinding yang tertutup dengan
GIC harus dipreparasi kembali untuk mendapatkan permukaan dentin dan email
segar, sehingga dapat diperoleh retensi resin komposit yang baik.
C. Aplikasi
Resin komposit
1. Teknik aplikasi resin komposit dilakukan
dengan cara yang biasa dilakukan, yaitu diawali dengan aplikasi etsa (mengikis
email dengan menggunakan asam).
2. Seluruh permukaan GIC yang akan
berkontak dengan resin komposit dan dinding-dinding kavitas (dentin dan email)
dietsa selama 15-20 detik atau sesuai dengan petunjuk pabrik.
3. Kavitas dibilas dengan air, tanpa
tekanan, selama 1-2 menit. Keringkan kavitas dengan sponge-pellet, atau disemprot perlahan dengan chip-blower.
4. Aplikasikan bonding agent pada seluruh permukaan yang dietsa, diamkan
sekitar 10 detik agar zat pelarutnya menguap, semprot perlahan dengan chip-blower, kemudian dipolimerisasi dengan penyinaran.
Lakukan langkah ini sebanyak dua kali.
5. Resin komposit diaplikasikan selapis
demi selapis (incremental)
dengan ketebalan
maksimum 2 mm, atau sesuai dengan petunjuk pabrik. Untuk setiap lapisnya
dilakukan polimerisasi dengan penyinaran. Penyinaran sebaiknya dilakukan dari
tiga arah, yaitu dari arah bukal, lingual/palatal, dan terakhir dari arah
oklusal.
Namun ada beberapa hal yang harus
diperhatikan dalam pembuatan restorasi laminasi ini, terutama pada gigi dengan
kavitas kelas II dan kelas V yang membuat penatalaksanaan teknik laminasi ini
sedikit berbeda dengan biasanya.
Pada pembuatan restorasi kelas II, ada
beberapa hal yang harus diperhatikan, yaitu:
1. Lakukan tissue magement sebelum pemasangan matriks.
2. Gunakan matriks mylar dan baji (wedge) untuk aplikasi GIC
3. Pada bagian proksimal, restorasi GIC
hanya sampai batas sedikit di bawah titik kontak. Tujuannya adalah agar bahan
yang berkontak dengan gigi tetangga adalah resin komposit. Resin komposit lebih
kuat membentuk kontak dengan gigi disebelahnya serta tahan terhadap friksi pada
daerah kontak yang terjadi pada saat fungsi. Sedangkan pada bagian oklusal GIC
hanya mengisi kavitas sampai batas di bawah dentino-enamel junction (DEJ).
Gambar
3
Teknik
restorasi laminasi kelas II
1.Aplikasi
glass-ionomer,2.Aplikasi resin komposit secara incremental
(Tooth
Colored Restoratives,1996)16
4. Lakukan pemilihan warna resin komposit
sesuai dengan warna gigi yang akan direstorasi.
5. Setelah GIC mengeras dan dibentuk sesuai dengan desain di atas dan lakukan pemasangan matriks seksional atau automatriks dan baji (wedge) sebelum aplikasi bahan restorasi resin komposit.
5. Setelah GIC mengeras dan dibentuk sesuai dengan desain di atas dan lakukan pemasangan matriks seksional atau automatriks dan baji (wedge) sebelum aplikasi bahan restorasi resin komposit.
Pada pembuatan restorasi laminasi kelas
V ini diperlukan ketelitian yang lebih karena kecilnya daerah operasi.
Penatalaksanaannya adalah, sebagai berikut:
1. Lakukan pemilihan warna GIC dan resin
komposit yang sesuai dengan warna gigi yang direstorasi.
2. Lakukan tissue magement sebelum dilakukan aplikasi GIC.
3. GIC
ditempatkan ke dalam kavitas dengan bentuk permukaan yang oblique (miring) ke arah insisal terhadap
permukaan kavitas. Bagian kavitas yang terletak di bawah gusi terisi penuh
dengan GIC dan ketebalannya makin menipis ke arah dinding insisal. Tujuannya
adalah agar bagian supragingiva dapat direstorasi dengan resin komposit dengan
ketebalan yang cukup.
Gambar 4
Teknik restorasi laminasi kelas V
Aplikasi glass-ionomer dan resin komposit
(Fundamentals of Operative Dentistry, A
Contemporary Approach, 2001)
DAFTAR PUSTAKA
Dharsono, Hendra Adhita. 2011. “Restorasi Resin
Komposit dengan Teknik Laminasi”. Bandung: FKG Universitas Padjajaran.
Sajow, Pingkan., Rattu, A. J. M., A. Wicaksono, Dinar. 2012. “Gambaran
Penggunaan Bahan Restorasi Resin Komposit di Balai Pengobatan Rumah Sakit Gigi
dan Mulut Universitas Sam Ratulangi Tahun 2011 – 2012”. Manado: FKG Universitas
Sam Ratulangi.
Tambahani, Angela Maggie., Wicaksono, Dinar.,
Tumewu, Ellen. September
2013. “
Gambaran
Kerusakan Gigi Pasca Restorasi Komposit Pada Siswa SMA Negeri 1 Manado”. Jurnal e-GiGi (eG), Volume 1, Nomor 2.